Rabu, 22 Juni 2011

ASMA

Iwan Manik... Takasima....
pohan. com.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruksi intermiten, reversible dimana trakea dan bronkie berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan nafas, yang mengakibatkan dipsnea, batuk, dan mengi.

Asma bronkial adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang menyebabkan peradangan dan penyempitan yang bersifat sementara.

Menurut WHO sebanyak 100 hingga 150 juta penduduk dunia adalah penyandang asma. Jumlah ini terus bertambah sebanyak 180.000 orang setiap tahunnya.

Asma dapat terjadi pada sembarangan golongan usia; sekitar setengah dari kasus terjadi pada anak-anak dan sepertiga lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Hampir 17% dari semua rakyat Amerika mengalami asma dalam suatu kurun waktu tertentu dalam kehidupan mereka. Meski asma dapat berakibat fatal, lebih sering lagi, asma sangat mengganggu, mempengaruhi kehadiran di sekolah, pilihan pekerjaan, aktifitas fisik, dan banyak aspek kehidupan lainnya.

Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan 2-5 % penduduk Indonesia menderita asma. Penyakit asma dapat mengenai segala usia dan jenis kelamin. Pada anak-anak, penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan, sedangkan pada usia dewasa terjadi sebalik nya. Sementara angka kejadian asma pada anak dan bayi lebih tinggi daripada orang dewasa. Asma pada anak dapat mempengaruhi masa pertumbuhan, tergantung dari klasifikasi berat ringan episodenya. Anak dengan asma yang sering kambuh, dapat menyebabkan turunnya prestasi belajar yang merupakan dasar terjadinya lost generation. Dari penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun diketahui prevalensi asma sebesar 2,1% pada tahun 1995. Jumlah ini meningkat menjadi 5,2% pada tahun 2003. Sementara hasil survei di Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogjakarta, Malang dan Denpasar menunjukkan prevalensi asma pada anak SD usia 6-12 tahun berkisar antara 3,7%-6,4%.
(pdpersi. 5 Persen Penduduk Indonesia mengidap Asma, diakses dari
Menurut Data yang diambil dari Medical Record Kasus Asma Bronkial Di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2009 sebanyak 68 kasus.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas peneliti merasa tertarik untuk mengetahui Gambaran Kasus Asma Bronchial di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2010
B. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah adalah bagaimanakah Gambaran Kasus Asma Bronchial di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2010.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Gambaran Kasus Asma Bronchial di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2010.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui distribusi kasus Asma Bronchial berdasarkan usia di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2010.
b. Untuk mengetahui distribusi kasus Asma Bronchial berdasarkan jenis kelamin di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2010.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang dapat diambil ialah :
1. Bagi Peneliti
Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti tentang asma khususnya asma bronchial.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat sebagai refrensi di perpustakaan Akper Takasima dan sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa/i Akper Takasima Kabanjahe.
3. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan untuk mengetahui jumlah kasus asma bronkial di Rumah Sakit Umum Kabanjahe.
4. Bagi peneliti berikutnya
Sebagai bahan acuan bagi penelitian berikutnya mengenai kasus asma bronchial dengan lebih baik dan optimal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi
Asma Bronkial adalah satu hiper-reaksi dari bronkus dan trakea yang mengakibatkan penyempitan saluran nagas yang bersifat reversibel.

Asma Bronkial adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang menyebabkan peradangan dan penyempitan yang bersifat sementara.

Asma bronkial adalah adanya gangguan pada selaput bronkus yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pernafasan.

B. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi
GAMBAR
2. Fisiologi Sistem Pernapasan
Pernapasan adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Fungsi dari sistem pernapasan adalah untuk mengambil O2 yang kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh untuk mengadakan pembakaran, mengeluarkan CO2 hasil dari metabolisme.
a. Hidung
Merupakan saluran udara yang pertama yang mempunyai dua lubang dipisahkan oleh sekat septum nasi. Didalamnya terdapat bulu-bulu untuk menyaring udara, debu, dan kotoran. Selain itu terdapat juga konka nasalis inferior, konka nasalis posterior dan konka nasalis media yang berfungsi untuk menghangatkan udara.
b. Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan. Terdapat dibawah dasar pernapasan, dibelakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulah leher. Dibawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga dibeberapa tempat terdapat jaringan ikat, juga dibeberapa tempat terdapat folikel getah bening
c. Laring
Merupakan saluran udara dan bertindak sebelum sebagai pembentuk suara. Terletak didepan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk kedalam trakea dibawahnya. Laring dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian epiglottis yang dilapisi oleh sel epithelium berlapis.
d. Trakea
Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-20 cincin yang terdiri dari tulang rawan yang berbentuk seperti tapal kuda yang berfungsi untuk mempertahankan jalan napas agar tetap terbuka. Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, yang berfungsi untuk mengeluarkan benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernapasan.
e. Bronkus
Merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra thorakalis IV dan V. Mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus kanan lebih besar dan lebih pendek dari pada bronkus kiri. Brokus kiri terdiri dari 9-12 cincin yang mempunyai 2 cabang. Cabang bronkus yang lebih kecil dinamakan bronkiolus, disini terdapat cincin dan terdapat gelembung paru yang disebut alveoli.

f. Bronkhiolus
Bronkhiolus membentuk percabangan menjadi brokiolus terminalis, yang tidak mempunyai kelenjar lender dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori, yang dianggap menjadi saluran transisional antara jalan udar konduksi dan jalan udar pertukaran gas. Sampai pada titik ini, jalan udara konduksi mengandung sekitar 150 ml udara dalam percabangan trakeobronkial yang tidak ikut serta dalam pertukaran gas. Ini dikenal sebagai ruang rugi fisiologik. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakur alveolar kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi dalam alveoli.
g. Alveolus
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam klaster antara 15-20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini sehingga jika mereka bersatu untuk membentuk satu lembar, akan menutupi area 70 meter persegi.
Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar. Sel-sel alveolar tipe II, sel-sel yang aktif secara metabolik, mensekresi surfaktan, suatu fosfolid yang melapisi permukaan dalam mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagositis yang besar yang memakan benda asing (lender, bakteri dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting).

h. Paru-paru
Merupakan alat tubuh yang sebagian besar dari terdiri dari gelembung-gelembung. Disinilah tempat terjadinya pertukaran gas, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah.

C. Klasifikasi Asma
1. Asma Ektrinsik
a. Asma Ekstrinsik atopik
1) Penyebabnya adalah rangsangan alergen eksternal spesifik dan dapat diperlihatkan dengan reaksi kulit tipe 1
2) Gejala klinik dan keluhan cenderung timbul pada awal kehidupan 85% kasus timbul sebelum usia 30 tahun
3) Sebagian besar asma tipe ini mengalami perubahan dengan tiba-tiba pada waktu puber, dengan serangan asma yang berbeda-beda
4) Prognosis tergantung pada serangan pertama dan berat ringannya gejala yang lebih berat, maka prognosis menjadi jelek.
5) Perubahan alamiah terjadi karena ada kelainan dari kekebalan tubuh IgE, yang timbul terutama pada awal kehidupan dan cenderung berkurang dikemudian hari. Kenyataan ini tampak dengan adanya respon asma atopik yang makin berkurang sesuai dengan bertambahnya usia.
6) Asma bentuk ini memberikan tes kulit yang positif
7) Dalam darah menunjukkan kenaikan kadar IgE spesifik
8) Ada riwayat keluarga yang menderita asma
9) Terhadap pengobatan memberikan perbaikan yang cepat
b. Asma Ekstrinsik Non-Atopik
1) Serangan asma timbul karena berhubungan dengan bermacam-macam alergen yang spesifik, sering kali terjadi pada waktu melakukan pekerjaan atau timbul setelah mengalami paparan dengan alergen yang berlebihan.
2) Tes kulit memberi reaksi alergi tipe segera, tipe lambat dan ganda terhadap alergi yang tersensitisasi dapat menjadi positif.
3) Dalam serum didapatkan IgE dan IgG spesifik
4) Timbulnya gejala, cenderung pada saat akhir dari kehidupan atau di kemudian hari, hal ini dapat diterangkan karena : sekali sensitisasi terjadi, maka respon asma dapat dicetuskan oleh berbagai macam rangsangan non-imunologik, seperti emosi, infeksi, kelelahan dan faktor sirkadian dari siklus biologis (yang sukar diterangkan)
2. Asma Kriptogenik
a. Asma intrinsik
b. Asma idiopatik
1) Asma jenis ini, alergen pencetus sukar ditentukan
2) Tidak ada alergen ekstrinsik sebagai penyebab dan tes kulit memberi hasil negatif
3) Merupakan kelompok yang heterogen, respons untuk terjadi asma dicetuskan oleh penyebab dan melalui mekanisme yang berbeda-beda
4) Sering ditemukan pada penderit dewasa, dimulai pada umur di atas 30 tahun dan disebut juga late onset asthma
5) Serangan sesak pada asma tipe ini dapat berlangsung lama dan sering kali menimbulkan kematian bila pengobatan tanpa disertai kortikosteroid.
6) Perubahan patologi yang terjadi sama dengan asma ekstrinsik namun tidak dapat dibuktikan keterlibatan IgE
7) Kadar IgE dalan serumnormal, tetapi eosiofil dapat meningkat jauh lebih tinggi bandingkan dengan asma ekstrinsik
8) Selain itu tes serologi dapat menunjukkan adanya faktor rematoid, misalnya sel LE
9) Perbedaan lain dengan ekstrinsik asma ialah riwayat keluarga alergi yang jauh lebih sedikit, sekitar 12 sampai 48%
10) Polip hidung dengan sensitivitas terhadap aspirin lebih sering dijumpai pada asma jenis ini.

D. Etiologi
a. Ekstrinsik : Faktor Allergin
a. Inhalan : Hirupan dari bahan-bahan
Debu, bulu hewan, tumbuh-tumbuhan dll
b. Ingestan : Lewat makanan/obat-obatan
Ikan laut/ikan tawar, Telur dan obat-obatan
c. Kontaktan : Bersinggungan
Dengan orang
Dengan perhiasan
d. Intrinsik : Faktor Non Alergin
a. Biasanya tidak jelas faktor allerginnya
b. Biasanya ada peradadangan
e. Psikologis = Kejiwaan
a. Pada orang banyak marah
b. Pada orang banyak masalah
c. Pada orang iri hati dan dendam, dll
f. Genetik = Faktor Keturunan
a. Kurang jelas
b. Terjadi pada keluarganya yang menderita.

E. Patofisiologi
Asma beronkial adalah obstruksi jalan nafas difus reversibel, obstruksi disebabkan oleh satu atau lebih dari yang berikut ini :
1. Kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronki, yang menyempitkan jalan nafas
2. Pembengkakan membran yang melapisi bronik
3. Pengisian bronki dan kelenjar mukus yang kental.
Selain itu otot-otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar, sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiper inflasi, dengan udar terperangkap di dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini tidak diketahui, tetapi apa yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem imunologis dan sistem saraf otonom.
Beberapa individu dengan asma mengalami respons imun yang buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebakan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bardikinin, protaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat. Pelapasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan memran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem saraf ototnom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan, jumlah asetilklin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas diatas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respons parasimpatis.
Selain itu reseptor α dan β- adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam broniki. Ketika reseptor α-adrenergik dirangsang, terjadi bronkokonstriksi, bronkodilatasi tejadi ketika reseptor β- adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α dan β- adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosin monofosfat. Stimulasi reseptor alfa mengakibatkan penurunan, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor-beta mengakibatkan peningkatan tingkat, yang menghambat pelepasan mediator kimiawai dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan β- adrenergik terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos.
F. Manifestasi Klinis
Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea dan mengi, pada beberapa keadaan batuk mungkin merupakan satu-satunya gejala. Serangan asma sering kali terjadi pada malam hari. Penyebabnya tidak dimengerti dengan jelas, tetapi mungkin berhubungan dengan variasi sirkadian, yang mempengaruhi ambang reseptor jalan nafas.
Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan bantuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernafasan lambat, mengi, laborius. Ekspirasi, yang mendorong pasien untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot-otot aksesori pernafasan. Jalan nafas yang tersumbat menyebabkan dispnea. Batuk pada awalnya susah dan kering tetapi segera menjadi kuat. Sputum, yang terdiri atas sedikit mukus mengandung masa galatinosa bulat, kecil yang dibatukkan dengan susah payah. Tanda selanjutnya termasuk sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat, dan gejala-gejala retensi karbondioksida, termasuk berkeringat, takikardia, dan pelebaran tekanan nadi.
Serangan asma berlangsung 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan meski serangan jarang yang fatal, kadang terjadi reaksi kontiniu yang lebih berat yang disebut ”Status Asmatikus” kondisi ini merupakan keadaan yang mengancam hidup. Latihan fisik dan kegairahan emosional, reaksi yang berhubungan kemungkinan reaksi alergik lainnya yang dapat menyertai asma termasuk ekzema, ruam dan edema temporer. Serangan asmatik dapat terjadi secara periodik setelah pemajanan terhadap alergan spesifik obat-obat tertentu.

G. Gambaran Klinis
Gambaran klinis asma bronlial klasik adalah serangan episodik batuk, mengi dan sesak nafas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat didada, dan pada asma alergik mungkin disertai pilek atau bersin. Mesikpun pada mulanya batuk tanpa disertai sekret, tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih kadang-kadang purulen. Ada sebagian kecil pasien asma yang gejalanya hanya bantuk tanpa disertai mengi, dikenal dengan istileh ”Cough vairant asthma”. Bila hal yang terakhir ini dicurigai, perlu dilakukan pemeriksaan spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau uji provokasi bronkus dengan metakolin.
Pada asma alergik, sering hubungan antara pemjanan alergen dengan gejala asma tidak jelas. Terlebih lagi pasien asma alergik juga memberikan gejala terhadap faktor pencetus non alergik seperti asap rokok, asap yang merangsang, inefksi saluran nafas ataupun perubahan cuaca.
Lain halnya dengan asma akibat pekerjaan, gejala biasanya memburuk pasa awal minggu dan membaik menjelang akhir minggu, pada pasien yang gejalanya tetap memburuk sepanjang minggu. Gejalanya mungkin akan membaik bilapasien dijauhkan dari lingkungan kerjanya, seperti sewaktu cuti misalnya, pemantauan dengan alat peak flow meter atau uji provokasi dengan bahan tersangka yang ada dilingkungan kerja mungkin diperlukan untuk menegakkan diagnosis.

H. Faktor-faktor Pencetus
1. Infeksi virus saluran nafas influenza
2. Pemajanan terhadap alergen tungau, debu rumah, bulu binatang
3. Pemajanan terhadap iritan asap rokok, minyak wangi
4. Kegiatan jasmani; lari
5. Ekspresi emosional takut, marah, frustasi
6. Obat-obatan aspirin, penyekat ebta, anti inflamasi non steroid
7. Lingkungan kerja;uap zat kimia
8. Polusi udar, asap rokok
9. Pengawet makanan; sulfit
10. Lain-lain, misalnya haid, kehamilan, sinusitis

I. Komplikasi
1. Penumotoraks
2. Pneumodiastinum dan emfisema subkutis
3. Atelektasis
4. Aspergilosis bronkopulmoner alergik
5. Gagal nafas
6. Bronkitis
7. Fraktur iga

J. Diagnosis
Suatu konsep yang memberikan arahan dan perlu dipahami benar ialah pengertian dasar bahwa wheezing bukanlah semata-mata disebabkan oleh asma, walaupun wheezing itu sendiri sering dianggap patogonomonis bagi asma. Karena itu setiap penderita dengan keluhan wheezing, perlu dilakukan pemeriksaan fisis dan laboratorium yang diteliti sebelum diagnosis asma ditegakkan. Untuk itu, diagnosis banding yang perlu dipikirkan adalah :
1. Asma kardial
2. Bronkitis akut ataupun yang menahun
3. Bronkiektasis
4. Kegansan
5. Infeksi paru
6. Penyakit granuloma
7. Farmer’s lung disease
8. Alergi bahan inhalan industri
9. Hernia diafragmatika atau esofagus
10. Tumor atua pembesaran kelenjar mediastinum
11. Sembab laring
12. Tumor trakeo-bronkial
13. Tumor atau kiste laring
14. Aneurisma aorta
15. Kecemasan
1. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi asma ringan umumnya normal, tetapi pada asma berat dapat dijumpai bermacam-macam gambaran radiologi yang disebabkan oleh komplikasi seperti atelektasi, pneumotoraks, pneumomediastinum atau pneumonia. Pada asma yang disertai obstruksi berat, didapatkan gambaran radiologi hyperlucent, dengan pelebaran sela antar iga, diafragma letak rendah, penumpukan udara di daerah refrosternal tetapi jantung masih dalam batas normal.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Dahak
Dahak ataupun sputum mukoid berwarna jernih, terdiri dari mukopolisakarida dan serabut glikoprotein, bila disebabkan alergi murni, umumnya dahak sukar dikeluarkan saat batuk. Dahak yang sangat kental sering kali menyebabkan penyumbatan yang disebut ariways plugging. Dahak purulen berwarna kuning atau kuning kehijauan, umumnya berjumlah banyak, dengan konsistensi kenyal atau lunak, berasal dari jaringan epitel yang mengalami kerusakan (nekrotik) bercampur, tampak gambaran spiral Churschmann, bdan creola dan kristal charcot leyden serta 90-% dahak mengandung sel eosinofil.
b. Pemeriksaan darah
Pada penderita yang mengalami stress, dehidrasi dan infeksi, lekosit dapat meningkat (15.000/mm3) sedangkan eosinofil meningkat diatas harga normal (normal = 250/mm3). Pada asma tipe alergi, eosinofil dapat meningkat sampai 800-1000/mm3. kalau peningkatan eosinofil ini melebihi 1000/mm3, misal sampai 4000/mm3, ada kemungkinan peningkatan ini disebabkan infeksi. Bila eosinofil tetap tinggi setelah diberi kortikosteroid, maka asma tipe ini disebut steroid resistent bronchial asthma.
c. Pemeriksaan EKG
Didapatkan sinus takikardia, bila peningkatan detak jantung diatas 120/menit, menunjukkan ada hipoksia dan mungkin disertai dengan PaO2 sekitar 60-40 mmHg. Bila terjadi serangan asma kuat, tekanan darah meningkat dan EKG menunjukkan gambaran strain ventrikel kanan yang disertai perubahan aksis jantung ke kanan dan perubahan ini dapat pulih asal. Juga didapatkan RBBB (Right Bundle Branch Block). P-pulmonal. Aritmia terjadi bila penderita mendapat epinefrin atau bila ada kenaikan katekolamin waktu terjadi serangan.

Menentukan faktor pemicu asma sering kali tidak mudah. Tes uji kulit bisa membantu menentukan alergen yang memicu timbulnya serangan asma yang disebabkan oleh alergi. Tes uji kulit, dilakukan untuk mengetahui uji kerentanan dengan uji tusuk kulit, dilakukan guna menemukan IgE spesifik di kulit.
Jika diagnosisnya masih meragukan atau jika dirasa sangat penting untuk mengetahui faktor pemicu terjadinya asma, maka dapat dilakukan Bronchial Challenge Test. Uji provokasi dengan menyemprotkan suatu alergen atau bahan yang menyebabkan pengerutan otot polos saluran napas, seperti histamine atau metakolin melalui mulut atau hidung. Hasil dikatakan positif jika terjadi penurunan fungsi paru yang berarti, atau bahkan sampai timbul asma.
K. Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Namun,angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas.
Informasi mengenai perjalanan klinis asma mengatakan bahwa prognosis baik di temukan pada 50 sampai 80 persen pasien, khususnya pasian yang penyakitnya ringan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang menderita asma 7 sampai 10 tahun setelah diagnosis pertama bervariasi dari 26 sampai 78 persen, dengan nilai rata-rata 46 persen; akan tetapi persentase anak yang menderita penyakit yang berat relative rendah (6 sampai 19 persen).
Tidak seperti penyakit saluran napas yang lain seperti bronchitis kronis,asma tidak progresif. Walaupun ada laporan pasien asma yang mengalami perubahan fungsi paru yang irreversible, pasien ini sering kali memiliki rangsangan komorbid seperti perokok sigaret yang tidak dimasukkan ke dalam penemuan ini. Bahkan bila tidak diobati,pasien asma tidak terus menerus berubah dari penyakit yang ringan menjadi penyakit yang berat seiring berjalannya waktu. Beberapa penelitian mengatakan bahwa remisi spontan terjadi pada kira-kira 20 persen pasien yang menderita penyakit ini di usia dewasa dan 40 persen atau lebih diharapkan membaik dengan jumlah dan beratnya serangan yang jauh berkurang sewaktu pasien menjadi tua.

L. Pencegahan
Pasien dengan asma kambuhan harus menjalani pemeriksaan mengidentifikasi substansi yang mencetuskan terjadinya serangan. Penyebab yang mungkin dapat saja bantal, kasur, pakaian jenis tertentu, hewan peliharaan, kuda, detergen, sabun, makanan tertentu, jamur dan serbuk sari. Jika serangan berkaitan dengan musim, maka serbuk sari dapat menjadi dugaan kuat. Upaya harus dibuat untuk menghindari agen penyebab kapan saja memungkinkan.
Komplikasi asma dapat mencakup status asmatikus, fraktur iga, pneumonia, dan atelektasi. Obstruksi jalan nafas, terutama selama episode asmatik akut, sering mengakibatkan hipoksemia membutuhkan pemberian oksigen dan pemantauan gas darah arteri. Cairan diberikan karena individu dengan asma mengalami dehidrasi akibat diaforesis dan kehilangan cairan tidak kasat mata dengan hiperventilasi.


M. Pengobatan
Pengobatan asma bronkial tingkat sedang harus diobati dengan obat mutakhir berupa beta-2 mimetik seperti salbutamol (3x2-4mg/oral) kalau perlu dengan ”Inhaler” yang setiap semprotan mengandung 0,1 mg. Berbeda dari betamimetik lainnya, efek samping terhadap jantung tidak ada, hanya penderita mengalami tremor. Obat lain yang juga baik ialah aminofilin 500-1200 mg perhari secara oral (pada kasus akut 250 mg dilarutkan dalam 50 ml glukosa 20% yang diberikan perlahan-lahan melalui suntikan intra-vena. Bila perlu aminofilin diberi secara infus intra vena).
Bila serangan lebih berat, berikan prednison 40 mg oral, pada sebagian besar penderita asma, dosis bat tersebut dapat diturunkan dengan segera, tetapi beberapa penderita membutuhkan prednison dengan dosis pemeliharaan.
Pada asma ekstrinsik tetapi juga pada sebagian penderita asma intrinsik perlu pemberian disodiumcromoglyucate diantara dua serangan. Obat ini akan melindungi sel mast pada saat dirangsang oleh alergen dan mecegah pengeluaran histamin dan prostaglandi. Sewaktu serangan obat ini tidak berguna.
Penanganan (pengobatan) Status asmatikus merupakan keadaan darurat medik yang penting. Dengan segera harus diberi infus yang berisi aminofilin dosis tinggi disertai pemberian hidrokortiosn 200 mg. Bila terdapat bronkopneumonia harus diobati. Pemberian oksigen dapat membantu, tapi kadang-kadang bila kadar CO2 darah arteri cukup tinggi dan penderita bernafas semata-mata karena kekurangan oksigen (anoxic drive=didorong oleh kekurangan O¬2), pemberian O2 dapat membahayakan karena kadar CO2 yang semakin tinggi dapat menyebabkan narkose. Bila kita tidak dapat mengukur PCO2 tanyakan pada penderita apakah pemberian oksigen meringankan. Bila tidak hentikan.
Banyak penderita yang dalam status asmatikus yang meninggal, karena dokter yang tidak mengetahui keadaanya, sering terlanjur memberikan opium sekalipun sebenarnya hanya dosis kecil. Jadi jagnan memberikan morfin pada penderita asma (keadaan akan membingungkan karena pada asma kardial perlu pemberian morfin). Serangan asma bronkial harus dibedakan dengan asma kardial, pada umumya hal ini muda. Penderita asma kardial umumnya memperlihatkan gambaran penyakit jantung yang cukup jelas.
Perhatikan hal-hal tersebut dibawah ini :
1. Hipertensi yang berat
2. Nadi cepat serta tidak teratur sama sekali (fibrilasi atirum)
3. Pembesaran jantung dengan irama galpo atau murmur (bising jantung yang keras)
4. Ronki basah dilapangan bawah paru-paru


DAFTAR PUSTAKA


Alsagaff, Mukty. 2010. Dasar-dasar Ilmu penyakit Paru. Air langga, Surabaya

Anonim. asma : diagnosis, terapi dan prognosis. Diakses dari http://rhezvolusion.wordpress.com/2009/03/19/asma-diagnosis-terapi-dan prognosis. 26 mei 2011 jam 12:30 wib.

Arief. Penderita asma, diakses dar http://ebdasma.blogspot.com/2009/02/penderita-asmahltm, 15 januari 2011 jam 11:30wib.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Seatu Pendekataan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta.

Brunner, Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal bedah. EGC. Jakarta.

Danim, S. Darwis.2002. Metode Penelitian Kebidanan. EGC. Jakarta.

Gultom, 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Rineka Cipta. Jakarta

Hidayat, A. A. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Salemba Medica. Jakarta.

Junaidi, S. 2010. Penyakit Paru dan Saluran Nafas. Kelompok Gramedia.
Jakarta.

Maiyulia. Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan, diakses dari http://keperawatankita.wordpress.com/tag/paru. 23 mei 2011 jam 14:15 wib.

Murwani, 2009. Perawatan Pasien penyakit Dalam. Nuha Offset. Jakarta

Notoatmodjo, S. 2006. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.
Jakarta.

Pdpersi, 5 persen penduduk Indonesia mengidap Asma, diakses dari http://www:pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=4256&tbl=cakrawala, 26 mei 2011 jam 12:30 wib.

Santae,et al.2009. Gangguan Sistem Pernafasan Akibat Infeksi. Trans Info Media Jakarta.

Sudoyo, et al. 2007. Ilmu Penyakit Dalam.. FKUI. Jakarta